Monday, May 13, 2019

Cara Ajax Menciptakan Pemain Berbakat

Lambang Ajax Amsterdam

Penampilan Ajax Amsterdam di Liga Champions 2018/19 menjadi sensasi. Tak kalah dari Bayern Muenchen di fase grup, Ajax secara beruntun menyingkirkan Real Madrid dan Juventus untuk melaju ke semi-final. Mereka kini selangkah lebih dekat ke final setelah pada leg pertama semi-final melawan Tottenham mampu menang 0-1 meski bermain di kandang Spurs.

Ajax saat ini dihuni oleh pemain-pemain muda potensial. Berkat polesan Erik Ten Hag (juga Frank de Boer) para pemain muda tersebut mampu memainkan sepakbola menyerang nan indah untuk menaklukkan lawan-lawannya. Perlu diketahui, Ajax juga sedang menjadi pemuncak klasemen Eredivisie bersama PSV Eindhoven (poin sama) dengan dua laga tersisa.

Musim ini, Ajax memang lebih serius memperkuat tim dibanding musim-musim sebelumnya. Mereka mendatangkan Daley Blind, Dusan Tadic, Hassane Bande, Zakaria Labyad, dan Lisandro Magallan. Menurut Transfermarkt total pembelanjaan mereka mencapai 50,65 juta euro. Jumlah tersebut merupakan rekor pengeluaran terbesar Ajax sepanjang sejarah.

Ketika cukup merogoh kocek dalam untuk merekrut pemain baru, musim ini Ajax kurang mendapatkan pemasukan dari pemain yang dijual. Satu-satunya transfer menguntungkan Ajax cuma penjualan Justin Kluivert ke AS Roma yang bernilai 17,25 juta euro. Deyovaisio Zeefuik dilego ke Groningen dengan biaya hanya 300 ribu euro. Empat pemain lain (Mitchell Dijks, Amin Younes, Nick Viergever, dan Norbert Alblas) dilepas tanpa biaya transfer. Total pendapatan ini merupakan yang terendah dalam tiga musim terakhir.

Pemain berbakat dijual ke klub lain merupakan hal lumrah bagi Ajax. Pemain potensial di Ajax memang seolah tinggal menunggu waktu untuk diboyong klub lain. Hal itu sudah menjadi filosofi mereka: mendapatkan dan menciptakan pemain hebat.

Dua legenda sepakbola Belanda, Marc Overmars dan Edwin van der Sar, yang kini menjabat Direktur Sepakbola dan CEO Ajax mengakui hal itu. Mereka membuka pintu selebar-lebarnya buat para pemain didikan Ajax berkarier di kesebelasan lain untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar.

"Marc dan aku pernah jadi pemain," kata Van der Sar pada Guardian. "Pada titik tertentu kami meninggalkan sarang untuk tantangan lain dan kami tahu itu pasti terjadi. Itu tidak akan jadi masalah selama mereka [pemain muda Ajax] bermain dua, tiga, atau empat tahun untuk klub, menjuarai liga dan memainkan sepakbola hebat. Setelah itu mereka boleh pergi."

"Juga, untuk pemain muda dari akademi punya ruang yang lebar untuk bermain di tim utama. Jika kamu tidak punya ruang untuk itu maka talenta mereka akan tercekik," sambungnya.

Para pemain Ajax saat ini pun sudah dipersiapkan Van der Sar untuk hengkang. Van der Sar bercerita, André Onana, Matthijs De Ligt, Donny van de Beek, Frenkie de Jong, Justin Kluivert, Kasper Dolberg dan David Neres pernah dikumpulkan untuk sebuah pertemuan. Mereka diperlihatkan video mereka sendiri yang kemudian dibandingkan dengan video para mantan pemain Ajax sesuai posisi mereka masing-masing.

"Kami bilang pada mereka: `kalau kamu ingin jadi legenda Ajax seperti mereka, kamu harus mendapatkan sesuatu yang besar`. Di mataku, hal itu sangat menginspirasi," ujar eks kiper Manchester United dan Juventus tersebut.

Kluivert memilih hengkang lebih dini. Musim depan, Frenkie de Jong sudah dipastikan bergabung ke Barcelona. Musim panas nanti, pemain-pemain lain tampaknya akan menyusul. Apalagi pembelian Tadic dan Blind merupakan strategi manajemen Ajax untuk memberikan pengalaman pada skuat Ajax musim ini sehingga para pemain muda bisa lebih jauh matang dalam bermain.

Pergi Satu, Tumbuh Seribu

Real Madrid kehilangan Cristiano Ronaldo, Madrid langsung tak bertaring. AC Milan juga memulai fase medioker mereka setelah kehilangan Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva. Tapi bagi Ajax, kehilangan pemain penting seperti De Jong tidak akan menjadi bencana besar.

Seperti yang diujarkan Van der Sar, akan tiba momen di mana pemain terbaik Ajax untuk hengkang. Ronald Koeman memilih hijrah ke rival, PSV Eindhoven, pada 1986/87. Frank Rijkaard meninggalkan tim setelah bermain lebih dari 200 pertandingan, di mana kemudian ia bersinar bersama AC Milan. Jalan yang sama dipilih Dennis Bergkamp, Clarence Seedorf, Edgar Davids, Patrick Kluivert, De Boer bersaudara, Christian Chivu, Zlatan Ibrahimovic, Rafael van der Vaart, dan Wesley Sneijder.

Dalam 10 tahun terakhir, jalan ini dipilih juga oleh Thomas Vermaelen, Luis Suarez, Jan Vertonghen, Christian Eriksen, Maarten Stekelenburg, Toby Alderweireld, Daley Blind, Jasper Cillessen, Arkadiusz Milik, Davy Klaassen dan Davinson Sanchez. Padahal jika dikumpulkan, para pemain ini akan membuat Ajax memiliki skuat yang mewah.
Skuad Ajax Amsterdam
Tapi Ajax memang selalu punya stok pemain berbakat. Pergi satu, tumbuh seribu. Ajax bisa menciptakan pemain potensial dari binaan akademi sendiri maupun mendapatkan pemain berbakat yang direkrut pada usia muda untuk dipoles kemampuannya.

Ketika Ajax mendapatkan puluhan juta euro dari penjualan pemain, mereka bukannya membeli pemain baru yang senilai dengan pemain dijual, melainkan terus menginvestasikan pendapatan mereka pada pengembangan infrastruktur klub dan akademi. Misalnya, meski sudah dikenal sebagai pemilik akademi terbaik, pada 2015 mereka meluncurkan School van de Toekomst alias "Sekolah untuk Masa Depan" yang merupakan sekolah konvensional yang kurikulumnya dipadukan dengan kurikulum olahraga dan sepakbola. Kehadiran sekolah ini diharapkan bisa, selain meningkatkan skill para pemainnya, meningkatkan standar pendidikan para pemainnya.

Menurut laporan ESPN, sekolah ini direncanakan akan memiliki 17 lapangan dengan fasilitasnya yang terus diperbarui. Di area ini pula terdapat stadion berkapasitas 3 ribu penonton tempat Jong Ajax dan Ajax U19 bertanding. Sekolah ini sendiri diperuntukkan para pemain berusia di bawah 8 tahun sampai 19 tahun. Jadwalnya sendiri menyesuaikan dengan tujuh sesi latihan seminggu sekali dan satu pertandingan pada Sabtu.

Sekolah untuk Masa Depan ini menyempurnakan kurikulum dan filosofi yang selama ini dipegang teguh oleh Ajax. Sejak usia dini mereka dipastikan akan bermain dalam dua bentuk pola dasar 4-3-3. Penjaga gawang mulai dibiasakan memberikan operan pada bek tengah atau bek sayap. Dari bek dihubungkan lewat gelandang atau penyerang sayap lewat umpan terobosan. Sementara penyerang dibiasakan bergerak untuk mengganggu bentuk pertahanan lawan. Jika mereka kehilangan bola, mereka sudah dibiasakan untuk merebutnya kembali dalam tempo kurang dari tiga detik. Jika gagal, atau gol tercipta, sistem ini kembali diulangi dari awal.

Mengutip dari Ajax Online Academy, ada empat hal yang diutamakan dalam pengembangan para pemain akademi Ajax, yang dikenal dengan sebutan TIPS: Technique, Insight, Personality and Speed. Selain itu, setiap latihan pun selalu memiliki 8 bahan utama yakni: 1) latihan kordinasi, 2) menendang, mengoper dan lemparan ke dalam, 3) pergerakan untuk melewati lawan, 4) sundulan, 5) penyelesaian akhir, 6) position play, 7) position game play, 8) Small sided games

"Ini merupakan bentuk satu klub dengan satu filosofi, dan kami juga menambahkan `satu kota`. Amsterdam adalah kota yang bebas; kebebasan berbicara, kebebasan dalam mengambil keputusan yang berujung pada kreativitas, juga orang-orang dengan pemikiran terbuka," ujar Kepala Perekrutan Tim Muda Ajax, Casimir Westerveld.

"Itulah yang kemudian akan kamu lihat dari permainan kami, dari filosofi kami. Kreativitasnya, sepakbola menyerangnya, dan itulah filosofi dari gaya permainan kami. Kami juga harus mengembangkan individu setiap pemain supaya mereka bisa melangkah ke tim utama. Kami sering menggunakan pemain akademi kami bukan untuk mencari kemenangan, tapi untuk mengembangkan lebih banyak individu sebanyak mungkin," sambung pelatih yang sudah di Ajax sejak 2007 tersebut.

Pemain dari akademi Ajax sendiri mayoritas adalah mereka yang memang punya bakat potensial. Setiap tahunnya, Ajax menggelar Talent Days di mana anak-anak berusia 8-12 tahun akan diseleksi untuk masuk akademi Ajax.

Untuk mendapatkan pemain berbakat di luar akademi, Ajax punya delapan pemandu bakat (full-time scouts). Empat pemandu bakat beroperasi di Belanda untuk mencari pemain yang bisa menembus skuat utama, sementara empat pemandu bakat lain di luar Belanda untuk mencari pemuda potensial.

Kedelapan pemandu bakat ini punya 90 relawan di berbagai negara untuk memberikan laporan pemain-pemain yang masuk dalam pantauan. Ke-90 orang tersebut mayoritas mengetahui filosofi Ajax, karena sebagian dari mereka pernah bermain untuk Ajax atau telah mengetahui bagaimana sistem perekrutan pemain Ajax.

Dalam menularkan filosofi klub, Ajax mempekerjakan banyak mantan pemain Ajax itu sendiri. Selain Van der Sar dan Overmars, terdapat Michael Reiziger dan John Heitinga yang bekerja sebagai pelatih Jong Ajax dan pelatih U-19. Aron Winter dan Richard Witschge yang kini jadi asisten pelatih Erik Ten Hag merupakan alumnus akademi Ajax pada 1980an. Wim Jonk yang pernah bermain untuk Ajax, sejak 2008 menjadi salah satu pelatih akademi (kini menjabat kepala akademi).

Erik Ten Hag memang tidak pernah jadi pemain Ajax. Tapi dia punya "DNA Ajax". Dia merupakan "murid" Pep Guardiola. Seperti yang kita tahu, Pep merupakan penggila Johan Cruyff. Cruyff adalah eks pemain dan pelatih Ajax yang menciptakan "DNA Ajax" atau filosofi Ajax.

Keputusan manajemen Ajax untuk berinvestasi besar pada pembelian pemain musim ini berbuah manis. Ajax kembali menjadi kesebelasan ditakuti di Eropa. Penampilan mereka di Liga Champions musim ini jadi bukti bahwa Ajax memang merupakan salah satu kesebelasan besar di Eropa, bahkan dunia.

Ajax memang tidak punya pemain bintang. Tapi mereka mampu menciptakan banyak pemain bintang untuk klub-klub besar Eropa. Terima kasih untuk Erik Ten Hag, sang "murid" Pep Guardiola, yang mampu meningkatkan level permainan para pemuda Ajax dalam waktu singkat dan membuktikan bahwa Ajax mampu berprestasi di Eropa bahkan dunia, walau tanpa trofi: lewat filosofi permainan Ajax.

Thursday, November 17, 2016

Bisa Apa Indonesia Tanpa Irfan Bachdim?

Irfan Bachdim Indonesia
Irfan Bachdim cedera panjang, padahal ia adalah salah satu andalan utama dalam strategi Alfred Riedl untuk timnas Indonesia. Lalu apa yang bisa timnas lakukan tanpa Irfan?
Mimpi buruk itu datang hanya empat hari menjelang pertandingan pertama tim nasional Indonesia di AFF Suzuki Cup 2016. Ia datang dalam bentuk berita yang tak enak didengar: bahwasannya Irfan Haarys Bachdim dinyatakan cedera tulang fibula yang membuatnya tak bisa tampil di AFF Suzuki Cup 2016. Cedera ini ia dapatkan dalam latihan pagi hari, setelah mendapatkan tekel dari rekan setimnya, Hansamu Yama. “Tadinya saya mau rebut bola tapi gak taunya sampai separah itu,” akunya.
Menurut Syarief Alwi, kepala dokter timnas, penyembuhan untuk cedera seperti yang dialami Bachdim memerlukan waktu dua bulan. Musnah sudah harapan Irfan untuk membela Merah Putih di ajang internasional lagi. Ironisnya, dua tahun yang lalu, pemain Consadole Sapporo ini juga harus absen di turnamen yang sama, juga karena cedera.
Kemalangan Irfan ini juga merupakan nasib buruk bagi timnas. Tak ada yang menyangkal, bahwa Irfan adalah salah satu pemain terbaik di timnas saat ini. Beberapa uji coba yang telah dilalui Skuat Garuda menunjukkan bahwa pemain yang juga pernah bermain di Thai Premier League ini sedang dalam performa terbaiknya. Total, ia mencatatkan tiga gol dan satu assist dalam tiga pertandingan uji coba timnas yang dilakoninya.
Alfred Riedl jelas pusing. Masalahnya, tak ada pemain lain yang sebaik Irfan di bangku cadangan timnas. Beberapa penyerang lain yang dicoba di lini depan Indonesia dalam beberapa uji coba terakhir, termasuk Lerby Eliandry dan Ferdinand Sinaga, tak ada yang mampu memberikan dampak sebesar Irfan.
Irfan memang sangat diandalkan oleh Riedl dalam strateginya untuk memberikan pressing sejak wilayah pertahanan lawan. Kecepatan, energi, dan determinasinya yang luar biasa membuatnya sebagai pemain terbaik di skuat Garuda dalam melaksanakan tugas ini. Lihatlah bagaimana dia secara luar biasa membuat para pemain belakang Malaysia keteteran, dalam laga uji coba di Manahan, Solo, awal September lalu. Kemenangan 3-0 Merah Putih di laga itu sebagian besar disebabkan oleh pemain kelahiran Belanda ini.
Kontribusi yang sama besarnya juga ia perlihatkan di laga-laga berikutnya, termasuk saat menghadapi Vietnam di kandang dan tandang. Masalahnya, strategi pressing tinggi itu adalah andalan utama Riedl untuk timnas saat ini. Lantas, tanpanya, apa yang bisa dilakukan oleh Riedl?
Ada dua opsi yang mungkin dipilih oleh Riedl. Pertama, menggunakan skema yang sama dengan penyerang lain dimasukkan untuk menggantikan Irfan. Ini pernah dicoba Riedl dengan memainkan Lerby sebagai starter di pertandingan tandang melawan Myanmar pada awal November lalu, karena Irfan baru pulih dari cedera. Namun perlu dicatat, bahwa hasil yang didapatkan timnas sendiri kurang bagus. Selain tak bisa mencetak gol, Indonesia juga jarang memiliki peluang bagus di sepanjang pertandingan.
Mengingat lawan-lawan Indonesia di Grup A AFF Suzuki Cup nanti adalah Thailand dan Filipina, yang saat ini berada di atas level Myanmar, bisa dikatakan bahwa opsi ini kurang bijak untuk digunakan. Menggunakan Ferinando Pahabol mungkin bisa dicoba juga, terutama karena ia sudah terbiasa bermain dengan Boaz di lini depan Persipura Jayapura, tapi memainkannya langsung di laga perdana kontra sang juara bertahan, Thailand, sepertinya adalah sebuah perjudian. Apalagi, pengalaman internasional Pahabol pun belum terlalu banyak. Tercatat, pemain berusia 24 tahun ini baru sembilan kali bermain di tim nasional U-23 dan belum tampil sama sekali di timnas senior.
Opsi kedua, menurut saya pribadi, lebih baik untuk dicoba di laga pertama kontra Thailand pada hari Sabtu nanti: menggunakan skema satu penyerang dengan satu gelandang serang tambahan di lini tengah.
Ada dua keuntungan dari opsi ini. Pertama, Riedl tak perlu khawatir lagi soal penyerang pengganti Irfan yang tak sebaik eks penyerang Persema Malang tersebut. Kedua, opsi ini bisa menjadi jalan keluar dari permasalahan lini tengah yang kurang solid karena minimnya gelandang bertahan berkualitas tinggi.
Permasalahan lini tengah memang masih menghantui timnas bahkan hingga uji coba terakhir mereka kontra Vietnam di Hanoi. Sementara posisi Evan Dimas sudah hampir bisa dipastikan, rekan utamanya di lini tengah masih kerap dicoba-coba. Setelah Bayu Pradana dan Dedi Kusnandar dicoba, dalam laga uji coba terakhir itu, Stefano Lilipaly yang akhirnya bergabung dengan timnas pun dijajal.
Hasilnya memang lumayan: Lilipaly bermain sangat baik dan memberikan kontribusi bagi salah satu gol timnas. Namun Evan jadi korbannya: karena Fano bermain lebih menyerang, Evan harus lebih banyak menjaga wilayah di depan empat pemain belakang dan hal ini membuatnya tak bisa banyak berkreasi - keunggulan utama dalam permainannya. Kemampuan bertahan Evan yang tak terlalu bagus pun membuatnya tak bisa menjalankan tugasnya untuk menghentikan serangan lawan dengan baik.
Mengorbankan satu penyerang untuk menambah satu pemain tengah akan memberikan jawaban atas permasalahan ini. Melihat performanya dalam laga kontra Vietnam, Fano memang layak mendapatkan posisi inti di timnas dan ia pun bisa mengisi posisi Irfan. Ia bisa mengisi posisi gelandang serang di belakang Boaz Solossa, dan bisa bergerak aktif di sepertiga lapangan akhir, sementara Evan bisa mendapatkan lebih banyak kebebasan untuk berkreasi karena satu posisi lainnya bisa diberikan bagi Bayu atau Dedi.
Daya gedor timnas mungkin akan sedikit berkurang karena Fano tidak diposisikan satu garis dengan Boaz di lini depan, tetapi ia tetap bisa memberikan pressing sejak wilayah lawan jika digunakan sebagai gelandang serang sebagaimana ia dimainkan dalam uji coba terakhir Merah Putih. Jangan lupa, Fano juga memiliki kemampuan bertahan yang lumayan, yang membuatnya kerap dimainkan sebagai bek kanan di SC Telstar, klubnya di Eerste Divisie.
Seperti apa opsi yang dipilih Alfred Riedl baru akan kita ketahui dalam laga perdana kontra Thailand nanti. Perlu dicatat bahwa Riedl belum mencoba formasi selain sistem dua penyerang dalam empat pertandingan uji coba yang sudah dijalani timnas. Namun mengingat belum berhasilnya percobaan menggunakan Lerby atau Ferdinand sebagai duet Boaz di lini depan, sepertinya ini saat yang tepat untuk menggunakan rencana alternatif di atas.

Read more at http://www.fourfourtwo.com/id/features/bisa-apa-indonesia-tanpa-irfan-bachdim

Monday, November 14, 2016

Istilah Statistik Di Sepak Bola

statistik sepak bola
Di sepakbola modern ini, statistik sudah menjadi makanan sehari-hari. Penerapan statistik di sepakbola dinilai sudah menjadi penerapan paling sederhana dari sains olahraga (sports science) dan bahkan bisa dibilang sudah menjadi kebutuhan primer, terutama bagi sepakbola di Eropa.
Begitu juga dengan ulasan hingga berita pertandingan yang disajikan di PanditFootball.com. Banyak di antaranya kerap memakai istilah yang digunakan untuk mengukur statistik sepakbola.
Bahkan di era media sosial seperti sekarang, pembicaraan suporter ke pemain mulai menyinggung ke raihan statistik mereka. Penentuan siapa yang terbaik dan terburuk di lapangan menggunakan statistik sebagai pengukur.
Sebagai salah satu yang terbesar dalam urusan statistik olahraga atau sepakbola khususnya, Opta menjadi rujukan dalam hal istilah statistik tersebut. Opta juga menjadi penyedia data bagi situs statistik lainnya seperti Stats Zone, Squawka, dan WhoScored.
Apa itu key pass? Apa itu ball recovery? Kalau take-on? Beberapa istilah tersebut sebenarnya sudah memiliki Bahasa Indonesia mereka sendiri. Namun untuk memahaminya, kami akan menuliskan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesianya.
Pada akhirnya, meskipun kadang sulit dipahami, sepakbola itu memang selalu ingin dimengerti. Silakan klik indeks di bawah ini atau menuju halaman-halaman selanjutnya untuk mengetahui istilah statistik yang terkait.

1. Istilah statistik pada operan
Mari kita mulai dari aksi yang (seharusnya) paling banyak terjadi pada sebuah pertandingan sepakbola, yaitu mengoper. Untuk statistik ini, biasanya operan atau pass dihitung dari operan mendatar, operan kunci, asis, operan melalui sundulan, operan terobosan, dan bola panjang.
Sedangkan umpan silang, tendangan bebas (free kick), tendangan sudut (corners), lemparan ke dalam (throw-ins), serta lemparan kiper dan tendangan gawang kiper (goalkeeper distribution) biasanya tidak dimasukkan ke dalam statistik operan. Mereka memiliki istilah statistiknya sendiri.
Beberapa jenis operan antara lain bisa disimak seperti di bawah ini:
  • Operan cungkil atau chipped pass – operan yang dilakukan secara melambung
  • Operan sundulan atau headed pass – sebuah sundulan yang dimaksudkan untuk mengoper
  • Operan terobosan atau through ball – operan menuju ruang di mana rekannya mendapatkan operan tersebut setelah berlari menuju ruang yang dioper tersebut
  • Operan panjang atau long ball atau launch – operan melambung yang setidaknya menempuh jarak 22,86 meter (25 yard)
  • Umpan silang atau cross – sebuah operan dari sisi atau bagian lapangan yang lebih lebar menuju ke sisi lapangan lainnya (ke tengah atau kembali melebar ke seberangnya); tapi umpan silang biasanya tidak dimasukkan ke dalam statistik operan, dan juga dibedakan dengan tendangan pojok meskipun tendangan pojok itu di umpan
Setiap operan memiliki koordinat X dan Y dari titik awal mengoper tersebut, sehingga kita bisa tahu jika operan tersebut menuju ke wilayah area lapangan mana (selanjutnya akan dijelaskan pada bagian statistik area lapangan) dan ke arah mana: ke depan (forward pass), ke samping (sideway pass), operan dari samping ke tengah (square pass), atau ke belakang (backward pass atau backpass).
Sedangkan untuk istilah operan kunci dan asis, akan kami jelaskan pada bagian statistik pada peluang.
Operan biasa akan memiliki nama-nama seperti yang sudah disebutkan di atas atau yang akan disebutkan di bawah ini. Namun, operan atau sepakan yang berasal dari sepakan bola mati (set piece) akan ditambahkan keterangan set play atau set piece pada akhir penyebutan namanya.
Tingkat kesuksesan operan atau pass completion adalah formula yang didapatkan dari operan sukses (successful pass) dibagi dengan total operan, tidak termasuk umpan silang. Sedangkan operan yang gagal atau failed pass adalah operan yang tidak mencapai rekannya, termasuk jika bola keluar lapangan.

2. Istilah statistik pada tembakan
Tujuan sepakbola adalah mencetak gol, yaitu memasukkan bola ke dalam gawang, sesuai dengan namanya dalam Bahasa Inggris, yaitu goal. Untuk mencetak gol, pemain harus melakukan tembakan atau shot, atau kadang disebut juga percobaan (menembak) atau attempt. Tembakan yang mengenai sasaran disebut shot on target yaitu tembakan yang benar-benar mengarah ke gawang, kecuali pada akhirnya terkena pemain lawan (akan menjadi tembakan terblok atau blocked shot) atau terkena tiang/mistar (woodwork).
Tembakan yang terkena tiang tapi kemudian langsung masuk ke gawang, atau yang biasa kita sebut dengan “tiang dalam”, masuk ke dalam statistik shot on target.
Kemudian tembakan melenceng biasa disebut miss shot atau shot off target, yaitu tembakan yang tidak tepat sasaran, bisa melebar ataupun melambung. Sedangkan tembakan yang berhasil diselamatkan oleh kiper disebut saved shot.
Statistik pada tembakan ini akan membuat kita kemudian mengenal istilah akurasi tembakan atau shot accuracy. Akurasi tembakan dihitung dari tembakan tepat sasaran dibagi dengan seluruh usaha menembak. Kemudian dikalikan 100 persen jika kita ingin mendapatkan persentasenya.
Selanjutnya ada konversi gol atau goal conversion, yang dihitung dari jumlah gol dibagi seluruh tembakan, kemudian dikalikan 100 persen.

3. Istilah statstik pada peluang
Menciptakan peluang atau chances created adalah operan yang menghasilkan tembakan ke gawang. Jika bola tembakan tersebut masuk, maka akan menghasilkan asis atau assist; sedangkan jika tembakan tersebut tidak masuk, hanya akan menghasilkan operan kunci atau key pass.
Tidak semua asis berasal dari operan, kadang bisa juga berasal dari umpan silang (crossing), karena umpan silang tidak masuk ke dalam kategori operan. Entah alasannya apa, mungkin karena tingkat kesuksesan umpan silang (dalam persentase) hampir selalu rendah. Maka dari itu, asis masuk ke dalam kategori istilah statistik pada peluang, bukan istilah statistik pada operan.
Meskipun tidak ada acuan umum, sebuah operan kunci kadang bisa diterjemahkan juga menjadi operan yang menghasilkan asis. Jadi jika pada sebuah pertandingan ada skema operan dari A ke B ke C, dan C mencetak gol, maka B mencatatkan asis dan peluang, sedangkan A mencatatkan operan kunci.
Bagi Anda yang akrab dengan Fantasy Premier League (FPL), kadang kita bisa menemukan istilah peluang besar atau big chances, yang memiliki arti sebagai situasi di mana seorang pemain seharusnya diharapkan bisa mencetak gol; biasanya dalam skenario satu lawan satu dengan kiper, atau mendapatkan peluang dari jarak yang sangat dekat dengan gawang.

4. Istilah statistik pada area lapangan
Lapangan yang dibagi dalam koordinat-koordinat tertentu (X dan Y) akan menghasilkan dua jenis setengah lapangan atau half, tiga jenis sepertiga lapangan atau third, dan tiga jenis sayap.
Bagian setengah lapangan sendiri biasanya disebut dengan setengah lapangan bertahan atau defensive half atau own half. Sedangkan bagian setengah lapangan lawan biasa disebut setengah lapangan penyerangan atau attacking half atau opposition half.
Untuk memisahkan setengah lapangan, pemisahnya sangat jelas, yaitu garis tengah lapangan atau tempat ketika bola disepak pertama kali (sepak mula atau kick-off).
Lapangan juga biasa dibagi tiga. Bagian sepertiga lapangan sendiri biasa disebut sepertiga lapangan sendiri atau sepertiga lapangan bertahan atau defensive third. Sepertiga lapangan tengah biasa disebut sepertiga lapangan tengah atau middle third. Sedangkan sepertiga lapangan lawan biasa disebut sepertiga lapangan penyerangan atau attacking third atau final third.
Penentuan lapangan yang dibagi tiga ini ada yang ditentukan dengan secara rata dibagi tiga, dan ada juga yang ditentukan dengan batas terdekat garis area teknik (technical area) atau bangku cadangan pemain, dilihat dari gawang mereka sendiri.
Lapangan bisa dibagi juga ke dalam tiga jenis sayap, yaitu sayap kanan (right flank atau right wing), wilayah tengah (centre), dan sayap kiri (left flank atau left wing). Wilayah ini dibagi biasanya berdasarkan garis sisi pada kotak penalti.
Statistik pada area lapangan ini kemudian menghasilkan peta aksi atau action heat map (disingkat menjadi heat map saja) yang menunjukkan area lapangan di mana kejadian yang berhubungan dengan sentuhan bola (touch) sering terjadi. Biasanya semakin sering, warna akan semakin merah dan tebal.
Sementara daerah aksi atau action areas menunjukkan area lapangan yang sama dengan heat map di atas, tetapi dengan titik-titik (poin berbentuk bulat) ketika pemain melakukan touch. Semakin sering sebuah daerah mendapatkan touch, maka akan semakin banyak titik di sana.
Baik heat map maupun action areas hanya menghitung touch yang berhasil. Sedangkan jika sentuhan bola tersebut gagal, artinya bola terpental, akan menghasilkan unsuccessful touch (biasanya langsung tidak dihitung alias ditiadakan).
Kita juga harus bisa membedakan antara heat map dan cakupan jarak atau distance covered. Dalam cakupan jarak, yang dihitung bukanlah aksi pemain, tetapi pergerakan pemain tersebut selama pertandingan yang biasanya ditunjukkan dengan satuan meter atau kilometer (km) meskipun pada akhirnya sama-sama bisa membentuk grafis yang mirip dengan heat map.

Monday, November 7, 2016

Mengenang Legenda : Pavel Nedved

Pavel Nedved adalah pemain yang spesial - bukan hanya dari bagaimana ia bermain di setiap pertandingan di atas rumput hijau, tetapi juga karena kehidupannya yang sederhana.
Pada suatu waktu ayah Pavel Nedved mengatakan sebuah petuah kepada Nedved: "Kamu adalah manusia biasa seperti orang-orang kebanyakan, kecuali pada setiap hari Minggu di mana kamu bermain selama 90 menit di Calcio (Serie A Italia)."
Saat rumput lapangan hijau tidak menjadi pijakannya dan saat puluhan ribu manusia di atas tribun stadion tidak menghiasi pandangannya, Nedved memang benar-benar orang biasa. Daripada mengendarai mobil-mobil sport Italia, seperti Lamborghini dan Ferrari layaknya bintang-bintang sepakbola Italia lainnya, Nedved lebih sering berjalan kaki menyusuri hutan di sekitar tempat tinggalnya bersama anak-anaknya. Senyum istri Nedved, Ivana, jarang sekali melengkapi acara fashion show di kota-kota besar Italia. Senyumnya lebih sering terlihat di dapur saat menyiapkan masakan istimewa untuk suaminya. Selain itu, Nedved juga lebih senang bermain golf daripada menghabiskan waktu di tempat-tempat hiburan mahal. Bunyi hantaman tongkat golf saat mengenai bola lebih dia hafal daripada bunyi musik disko yang bisa membuat orang-orang terus berjoget seolah tak ada hari esok.
Namun, Nedved memang berbeda saat hari Minggu tiba. Selama sembilan puluh menit dia adalah bintang. Pusat perhatian. Setiap gerak-geriknya nyaris tak pernah lepas dari sorotan kamera, baik kamera televisi maupun kamera fotografer olahraga pengincar momen-momen fenomenal. Dan, tentu saja dia juga tak pernah luput dari sorotan sebelas pemain lawan. Bagaimanapun, membiarkan pemain yang cocok untuk mengisi salah satu peran dalam Stranger Things (tentu saja karena model rambutnya) tersebut bertindak sesuka hatinya akan menjadi malapetaka bagi tim lawan.
Sejatinya, kebiasaan Nedved untuk menjadi orang biasa di luar pertandingan bermula dari kehidupan mudanya yang sulit, di mana saat itu Cekoslowakia (sebelum berpisah menjadi Ceko dan Slovakia), negaranya, sedang dirundung konflik. Sedangkan kebiasannya untuk menjadi bintang setiap Minggu di Serie A Italia berawal dari janji Mino Raiola, agen Nedved, kepada Zdenek Zeman, pelatih Lazio.
"Pada suatu hari saya akan membawa pemain yang sesuai dengan keinginanmu – seseorang yang bisa terus berlari, mempunyai kualitas teknik yang hebat, mau terus belajar, dan bahkan Anda tidak akan bisa membuatnya lelah!"
begitu kata Raiola kepada Zeman pada saat itu.
Nedved mulai bermain bola di sebuah kota bernama Skalna, sebuah kota kecil di Cekoslowakia yang terletak di dekat perbatasan Jerman. Sejak usia lima tahun kemampuan olah bolanya sudah tampak menonjol jika dibandingkan dengan rekan-rekannya. Meski demikian, pada saat itu ada batas nyata yang mungkin bisa membuat cita-citanya untuk menjadi pemain sepakbola kelas dunia kandas di tengah jalan: di negaranya, pemain yang berusia di bawah 32 tahun tidak boleh bermain di luar negeri. Menariknya Nedved tidak ambil pusing. Dia terus bermain bola, membuat banyak orang berkata bahwa Nedved suatu saat benar-benar akan menjadi pemain kelas dunia. Jika seseorang terus berusaha keras pasti ada jalan, mungkin begitu isi pikirannya pada saat itu. Dan jalan tersebut akhirnya benar-benar muncul saat tembok Berlin dirobohkan pada tahun 1989 lalu. "Itu adalah saat yang tepat – pesepakbola berbakat di sini bisa mempunyai masa depan yang jelas," begitu kata Nedved.
Bersamaan dengan robohnya tembok Berlin, rezim komunis di Cekoslowakia mulai diusik. Rakyat menuntut Ceko untuk berpisah dengan Slowakia. Keinginan tersebut kemudian menjadi kenyataan sekitar tahun 1993 lalu, dan tiga tahun setelah kejadian itu, saat dirinya sudah berusia 23 tahun, Nedved memulai kariernya di kompetisi sepakbola paling sulit di dunia, Serie A Italia. Tiga gelar liga bersama Sparta Praha (satu gelar liga Cekoslovakia 1992/93 dan dua gelar Liga Ceko 1993/94 dan 1994/95) yang diraih Nedved berhasil meyakinkan Lazio, salah satu klub mapan di Italia, untuk mengangkutnya ke kota Roma.
"Waktu itu saya menganggap sepakbola Italia sangat sulit. Saya baru berusia 23 tahun dan belum pernah ke luar negeri. Serie A adalah kompetisi yang sulit... tampaknya terlalu berlebihan bagi saya," kenang Nedved saat pertama kali memulai kariernya di Italia.
Memang ada beberapa hal yang membuatnya ragu pada saat itu. Dia tidak bisa berbahasa Italia dan kota Roma sangat berbeda dengan kota-kota besar di Ceko. Roma sangat berisik, nyaris tak pernah mati. Jika penampakkan bulan di Praha dan kota-kota Ceko lainnya adalah sebuah pertanda bagi orang-orang untuk segera pulang ke rumah, bulan di kota Roma justru dinantikan banyak orang untuk memulai kehidupannya. Selain itu, berbeda dengan di negaranya, kapan pun dan dimana pun, sepakbola di Italia hampir selalu dibicarakan oleh penduduknya. Sepakbola nyaris tidak jauh berbeda seperti acara gosip di televisi yang selalu berhasil menyita perhatian.
Meski begitu, secara perlahan Zdenek Zeman berhasil meyakinkan Nedved, bahwa dia benar-benar seorang pesepakbola berbakat – Italia tidak akan menyulitkan pemain yang benar-benar hebat – dan senyum-senyum ramah warga Italia yang sering ditemuinya di pinggir jalan juga berhasil menyelamatkan kehidupannya. "Di Italia saya belajar banyak, saya menjadi semakin dewasa sebagai seorang pemain dan sebagai manusia. Karier terbaik saya terjadi di sana," kata pemain yang gemar minum kopi di Caval'd Brons, sebuah warung kopi bersejarah di kota Turin, tersebut.
Nedved kemudian menikmati lima tahun yang luar biasa di kota Roma (1996-2001). Bermain sebanyak 138 kali bersama Lazio, dan berhasil mencetak 33 gol. Dia berhasil membersembahkan tujuh gelar bagi Gli Aquilotti, termasuk satu scudetto pada musim 1999/2000. Saat kehidupan pribadinya masih sehening sebelumnya, kariernya di lapangan hijau terus meroket. Dirinya kemudian dilirik oleh klub-klub besar di Eropa, tetapi kenyataan yang turun dari langit sepertinya tak memperbolehkan Nedved pergi dari Italia. Satu tahun setelah menjadi yang terbaik di Italia, Lazio mengalami krisis keuangan. Mau tidak mau, mereka harus menjual beberapa pemain bintangnya. Nedved kemudian termasuk di dalamnya. Dia dijual ke Juventus dengan harga sekitar €41 juta. Fans Lazio murka tapi tak ada pilihan lain. Dan saat bersama Juventus inilah, Nedved berhasil mencuri perhatian dunia.
Pada musim pertamanya di Juventus, Nedved memang kesulitan. Menanggung beban berat karena didatangkan sebagai pengganti Zinedine Zidane, dirinya hanya berhasil mencetak satu gol sepanjang musim. Meski begitu, dia tetap menjadi bagian sukses Juventus dalam meraih scudetto pada saat itu, Serie A musim 2001/02. Namun pada musim berikutnya penampilannya berubah total: Nedved tampil trengginas nyaris dalam setiap pertandingan, melibas apa saja yang mencoba mengganggu kehebatannya. Kaki kiri dan kaki kanan tampak ringan daripada musim sebelumnya. Dari luar kotak penalti, Nedved sering mencetak gol indah dengan kedua kakinya tersebut. Tembakannya begitu keras, membuat para fotografer media olahraga ternama asal Italia selalu mengincarnya. Bagaimanapun, gol-gol indah sering lahir dari pemain yang pernah bermain bersama Sparta Praha tersebut. Musim itu, bermain sebanyak 45 kali, Nedved berhasil mencetak 14 gol di semua kompetisi, torehan gol terbanyak sepanjang kariernya di Italia.
Penampilan hebat Nedved berhasil membuat Juventus mempertahankan scudetto. Selain itu, dia juga berhasil membawa Juventus melaju hingga ke babak final Liga Champions Eropa. Juventus memang kalah dari AC Milan di pertandingan final, tapi Nedved tidak bisa ikut bermain di pertandingan tersebut karena akumulasi kartu. Mungkin jika dia bisa bermain, pertandingan menegangkan di Old Trafford tersebut akan mempunyai cerita akhir yang berbeda. Selain berhasil membawa Juventus berjaya di Eropa, pada musim itu Nedved juga dinobatkan sebagai pemain terbaik Eropa.
Apa yang membuat Nedved tampil hebat pada saat itu adalah perasaan nyamannya saat berada di tempat tinggal barunya. Turin memang tak sebesar Roma, tetapi lebih ramah daripada kota abadi tersebut. Selain bisa berjalan-jalan dengan tenang di hutan yang ada sekitar tempat tinggalnya, dia juga bisa bermain golf dengan nyaman di Royal Park I Roveri. Jika bosan dengan kehidupan yang sunyi, dia bisa pergi makan malam bersama keluarganya di salah satu restoran Argentina, Volver.
Nedved kemudian bertahan di Juventus hingga dia pensiun pada tahun 2009 lalu. Dia tidak pergi ketika Juventus terpaksa dilengserkan ke Serie B karena skandal Calciopoli. Apa pun yang terjadi, Turin adalah rumahnya dan Juventus adalah kehidupan barunya. Pada hari terakhirnya berada di atas lapangan, 31 Mei 2009, Nedved mendapatkan penghormatan luar biasa dari publik Italia. Seisi stadion berdiri untuk memberikan aplaus panjang kepadanya. Nedved tak tahu harus berbuat apa, tetapi dia sudah cukup yakin dengan keputusannya. "Saya bahagia, saya menikmati momen itu, dan orang-orang di sekitarku menangis. Itu aneh dan itu adalah sore yang menakjubkan," begitu kenangnya.
Menariknya, Nedved sebetulnya memulai kariernya di Italia setelah menjadi salah satu penyebab kegagalan Italia di Euro 1996. Ketika itu, permainan hebat Nedved di sisi lapangan membuat Italia menyerah dari Ceko, 0-2. Namun publik Italia tak pernah membencinya. Itu adalah sesuatu yang jarang sekali terjadi. Dan saat dirinya kemudian mendapatkan penghormatan luar biasa pada penampilan terakhirnya, itu adalah sebuah tanda bahwa Nedved memang benar-benar pemain yang sangat memikat.